Selasa, 17 Desember 2013

Gaje

Sekedar iseng-iseng :-)

hasil gambar acak-acakan yg dibuat dengan pensil, d'scan, trus d'edit sedikit...
jadinya kaya ini deh... hehehe


harap maklum jika gambaran tidak bagus. Karena saya tidak ahli dalam menggambar. :-)

Add saya d'Fb / Facebook
Follow saya d'twitter

Taemin, The School Nurse Files, Celtics vs Heat, Tsunami Jawa Timur, Warkop DKI Reborn 4

Minggu, 08 Desember 2013

Tuan Guru Muhammad Syarwani Abdan Al-Banjari, (Guru Bangil)


Tuan Guru Muhammad Syarwani Abdan Al-Banjari, Bangil
Mutiara Pencetak Para Ulama
Setiap ahad ketiga bulan Shafar ada pemandangan istimewa di kota Bangil. Ribuan ummat Islam dari pulau Kalimantan, khususnya suku Banjar, mulai masyarakat biasa, sampai para pembesarnya, kalangan ulama maupun kalangan pejabatnya, mulai para Bupati hingga orang nomor satu provinsi Kalimantan Selatan, membanjiri Kota Bangil. Tidak ketinggalan kaum muslimin pecinta ulama dan aulia di seluruh Indonesia bahkan dari luar negeri turut larut pada di tengah-tengah kota bordir itu.
Kecintaan mereka yang begitu besar membuat mereka rela menyeberang lautan untuk ikut menghadiri haul ulama panutan mereka, Tuan Guru Bangil yang memiliki nama lengkap KH. M. Syarwani Abdan bin Haji Muhammad Abdan bin Haji Muhammad Yusuf bin Haji Muhammad Shalih Siam bin Haji Ahmad bin Haji Muhammad Thahir bin Haji Syamsuddin bin Saidah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Tuan Guru Bangil dilahirkan pada tahun 1334 H/1915 M di kampung Melayu Ilir Martapura. Sejak kecil Beliau sudah memiliki himmah (perhatian / semangat) yang tinggi untuk belajar ilmu agama. Karena ketekunannya dalam belajar, Beliau sangat disayangi oleh para gurunya ketika masih berdomisili di Martapura. Diantara guru beliau adalah pamannya sendiri yaitu KH. M. Kasyful Anwar, Qadhi Haji Muhammad Thaha, KH. Ismail Khatib Dalam Pagar dan banyak lagi yang lainnya.
Pada usia masih sangat muda beliau meninggalkan kampung halamannya Martapura menuju pulau Jawa dan bermukim di Bangil dengan maksud memperdalam ilmu agama kepada beberapa ulama di Kota Bangil dan Pasuruan. Di antara guru beliau adalah KH. Muhdhar Gondang Bangil), KH. Abu Hasan (Wetan Alun Bangil), KH. Bajuri (Bangil) dan KH. Ahmad Jufri (Pasuruan). Orang tua beliau sendiri pada saat itu memang sudah lama berdiam di Kota Bangil untuk berniaga.

Dua Mutiara Banjar
Saat beliau berumur 16 tahun, pamannya Syekh Muhammad Kasyful Anwar seorang ‘Aalimul Allamah (seorang yang sangat luas dan mendalam ilmu agamanya), hingga Tuan Guru Syekh Muhammad Zaini bin H. Abdul Ghani AlBanjari (Abah Guru Sekumpul) pernah menyebutnya sebagai seorang Mujaddid (pembaharu), oleh membawa beliau pergi ke Tanah Suci Mekkah bersama saudara sepupunya yaitu Syekh Muhammad Sya’rani Arif, yang dikemudian hari juga dikenal sebagai seorang ulama besar di Martapura.
Selama berada di Tanah Suci kedua pemuda ini dikenal sangat tekun mengisi waktu dengan menuntut ilmu ilmu agama. Keduanya mendatangi majelis majelis ilmu para ulama besar Mekkah pada waktu itu. Di antara guru guru beliau yaitu Sayyid Amin Kutby, Sayyid Alwi Al-Maliki, Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Muhammad al-Araby, Sayyid Hasan Al-Masysyath, Syeikh Abdullah Al-Bukhari, Syeikh Saifullah Daghestani, Syeikh Syafi’i asal Kedah, Syeikh Sulaiman asal Ambon, dan Syekh Ahyad asal Bogor.
Rupanya ketekunan belajar dua keponakan Syeikh Muhammad Kasyful Anwar ini diperhatikan oleh para guru-gurunya. Diceritakan bahwa para gurunya itu sangat menyayangi keduanya. Ketekunan dan kecerdasan mereka sangat menonjol hingga dalam beberapa tahun saja keduanya sudah dikenal di Kota Mekkah hingga keduanya dijuluki “Dua Mutiara dari Banjar”. Tak mengherankan jika keduanya di bawah bimbingan Sayyid Muhammad Amin Kutby, bahkan sempat mendapatkan kepercayaan mengajar selama beberapa tahun di Masjidil Haram.
Selain mempelajari ilmu ilmu syariat, Beliau juga mengambil bai’at tarekat dari para masyayikh di sana, diataranya bai’at Tarekat Naqsyabandiyah dari Syekh Umar Hamdan dan Tarekat Samaniyah dari Syeikh Ali bin Abdullah Al-Banjari. Setelah kurang lebih sepuluh tahun menuntut ilmu di Kota Makkah, pada tahun 1939 bersama sepupunya Tuan Guru Bangil kembali pulang ke Indonesia dan langsung menuju tanah kelahirannya, Martapura.

Sang Wali Mastur
Sepulang kepulangan beliau dari Mekkah ia menyelenggarakan mejelis-majelis ilmu di rumahnya. Beliau sempat juga mengajar di Madrasah Darussalam. Tuan Guru Bangil kemudian diminta untuk menjadi seorang qadhi, namun hal tersebut ditolaknya karena beliau lebih senang berkhidmat kepada ummat tanpa terikat dengan lembaga apapun. Selanjutnya, pada tahun 1943 Beliau pergi ke Kota Bangil dan sempat membuka majelis untuk lingkungan sendiri hingga tahun 1944. Di samping itu Beliau juga sempat berguru kepada Syeikh Muhammad Mursydi, Mesir. Setelah setahun di Bangil, Beliau lalu kembali lagi ke Martapura. Kemudian pada tahun 1950, Beliau sekeluarga memutuskan untuk hijrah ke Kota Bangil.
Guru Bangil, demikian Alm. Abah Guru Sekumpul memanggil beliau di manapun beliau tinggal senantiasa berada dalam keseharian yang sangat sederhana, hingga tak banyak yang tahu bahwa Beliau adalah tokoh besar. Selain pakaiannya yang sederhana, di kamar tidurnya pun Beliau tidak menggunakan ranjang. Beliau juga tidak mempunyai lemari khusus untuk pakaiannya, pakaian miliknya diletakkan menumpang pada bagian lemari kitabnya. B seorang yang telah mengambil jalan Khumul (menjauh dari keramaian) dan tak berharap akan kemasyuran, hingga Almarhum Mbah Hamid Pasuruan pernah mengatakan “Saya ingin sekali seperti Kyai Syarwani, Beliau itu alim tapi Mastur tidak Masyhur. Kalau saya ini sudah terlanjur Masyhur, jadi saya sering kerepotan karena harus menemui banyak orang, menjadi orang masyhur itu tidak mudah, bebannya berat, kalau Kyai Syarwani itu enak, tidak banyak didatangi orang”.
Suatu ketika, sejumlah kyai berkumpul dan berinisiatif untuk mendalami ilmu agama dalam halaqah khusus kepada Kyai Hamid Pasuruan, namun setelah hal tersebut disampaikan kepada Kyai Hamid beliau menolak permintaan itu seraya menyarankan supaya mereka mendatangi KH. Syarwani Abdan. Berdasarkan arahan Kyai Hamid, merekapun mendatangi KH. Syarwani Abdan dan menyiapkan beberapa pertanyaan untuk sekdar mengetahui seberapa dalam ilmu dari KH Syarwani Abdan. Ketika mereka datang, Guru Bangil sedang duduk sambil membaca sebuah kitab. Di awal pembicaraan, sebelum mereka sempat membuka pertanyaan yang telah mereka persiapkan, Guru Bangil mendahului bertanya kepada mereka, “Antum ke sini ingin bertanya masalah ini dan itu, kan?. Beliau menanyakan hal itu sambil menunjuk kitab yang masih terbuka tadi. Kontan hal ini membuat mereka takjub sekaligus kagum. Ternyata semua pertanyaan yang telah mereka persiapkan, dengan tepat terjawab dalam halaman kitab yang masih terbuka di tangan beliau itu, subhanallah.
Setelah menyaksikan kealiman Guru Bangil, mereka meminta kepada Beliau untuk membuka majelis untuk mereka. Beliau tidak serta merta mengabulkan permintaan mereka, tetapi terlebih dahulu menanyakan hal tersebut kepada Kyai Hamid. Setelah Kyai Hamid memberi isyarat persetujuan, barulah Beliau bersedia membuka majelis untuk para kyai ini, subhanallah Kedua kyai besar yang tawadhu’ ini memang saling mencintai dan menghormati satu sama lain.
Kyai Hamid adalah ulama besar yang kharismatis dan menjadi tujuan kedatangan banyak orang, karenanya tak jarang orang yang datang kesulitan menemui beliau, tapi anehnya berdasarkan pengalaman orang orang yang pernah bertemu beliau, mereka akan mudah menemui Kyai Hamid bila sebelumnya orang tersebut menemui KH. Syarwani Abdan. Tak jarang baru sampai di depan pintu, Kyai Hamid sendiri yang membukakan pintu kepada para tamu, entah Sirr (rahasia) apa yang didapat oleh para tamu Kyai Syarwani Abdan, hingga Kyai Hamid selalu menyambut mereka dengan penuh suka cita padahal pada saat itu belum ada alat komunikasi seperti sekarang.

Guru Para Ulama
Atas dasar dorongan para ulama serta rasa tanggungjawabnya untuk menyiarkan ilmu ilmu agama, maka pada tahun 1970 Tuan Guru Bangil memutuskan mendirikan pesantren yang diberi nama PP. Datuk Kalampayan, nama yang diambil untuk mengambil berkah julukan datuknya yaitu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Para santrinya banyak berasal dari Banjar hingga pondok pesantren itu sendiri sering disebut Pondok Banjar.
Dari hasil didikan Tuan Guru Bangil lahirlah murid murid beliau yang menjadi ulama-ulama besar. Di antaranya adalah yang mulia Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjari, Kyai Abdurrahim, Kyai Abdul Mu’thi, Kyai Khairan (daerah Jawa), KH. Prof. Dr. Ahmad Syarwani Zuhri (Pimpinan PP. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari Balikpapan), KH.Muhammad Syukri Unus (Pimpinan MT Sabilal Anwar al-Mubarak Martapura), KH. Zaini Tarsyid (Pengasuh MT Salafus Shaleh Tunggul Irang seberang Martapura) yang juga menantu beliau, KH. Ibrahim bin KH. Muhammad Aini (Guru Ayan) Rantau, KH. Ahmad Bakeri (Pengasuh PP. Al-Mursyidul Amin Gambut), KH. Syafii Luqman, Tulung Agung, KH. Abrar Dahlan (Pimpinan PP di Sampit, Kalimantan Tengah), KH. Safwan Zuhri (Pimpinan PP Sabilut Taqwa Handil 6 Muara Jawa Kutai Kertanegara) dan banyak lagi tokoh tokoh lainnya yang tersebar di penjuru Indonesia.

Menghadap Ilahi
Setelah sekian banyak mencetak kader ulama dan berkhidmat dalam dakwah, meningkatkan ilmu dan amal bagi murid-murid dan masyarakat luas, akhirnya pada malam Selasa jam 20.00, tanggal 11 September 1989 M bertepatan dengan 12 Shafar 1410 H, Guru Bangil wafat dalam usia lebih kurang 74 tahun. Beliau kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga dari para habaib bermarga al-Haddad, berdekatan dengan makam Habib Muhammad bin Ja’far al-Haddad, di Dawur, Kota Bangil yang berjarak tidak jauh dari rumah dan pondok pesantren yang beliau bangun. Makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat Muslim dari berbagai penjuru daerah, tak terkecuali dari Kalimantan Selatan.
Guru Bangil banyak meninggalkan contoh yang patut untuk diteladani, beliau meninggalkan kebaikan yang layak untuk dikenang, dan beliau meninggalkan warisan publik yang patut untuk diikuti. Kehadiran beliau di tengah masyarakat Banjar dan Bangil terasa sangat luar biasa. Untuk memperingati dan mengingat jasa-jasa beliau, serta untuk mengikuti jejak dan perjuangan beliau dalam mendakwahkan Islam, setiap tahun, yakni setiap tanggal 12 Shafar diadakan haul Guru Bangil, yang selalu dihadiri oleh ribuan jamaah dari berbagai, terutama jamaah dari Kalimantan serta murid-murid beliau.

sumber: mediaummat.co.id

Kamis, 28 November 2013

Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Rasulullah SAW, Banjir Air Mata Para Sahabat, Banjir Air Mata Kita
( Terharu membaca ini..!! )

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Diriwayatkan bahwa surah Al-Maidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu Ashar yaitu pada hari Jum’at di Padang Arafah pada musim haji penghabisan (Wada’).

Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingat isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut.

Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan. Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:

“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Karena itu, kumpulkan para sahabatmu dan beritahu mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.”

Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah.

Kemudian Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat, pun menceritakan apa yang telah diberitahu malaikat Jibril a.s.

Ketika para sahabat mendengarnya berita itu, mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna! Agama kila telah sempurna!”

Ketika Abu Bakar r.a. mendengar kabar Rasulullah s.a.w. itu, ia tidak dapat menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga malam.

Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis ini sampai kepada para sahabat lain. Maka berkumpullah mereka di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis sehingga menyedihkan sekali keadaanmu..?

Seharusnya engkau gembira karena agama kita telah sempurna.”

Mendengar itu, Abu Bakar r.a. pun berkata,: “Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kamu. Tidakkah kamu tahu bahwa apabila suatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah kekurangannya.

Turunnya ayat tersebut menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para istri nabi menjadi janda.”

Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar r.a.. sadarlah mereka lalu mereka pun menangis sejadi-jadinya. Kabar tangisan mereka kemudian sampai ke para sahabat yang lain.

Mereka pun memberitahu Rasulullah s.a.w. Berkata salah seorang dari sahabat, “Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami dapati banyak orang menangis dengan suara keras sekali di depan rumah beliau.”

Berubahlah wajah Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Setelah sampai, Rasulullah s.a.w. melihat kepada semua yang menangis dan bertanya, “Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis..?”

Kemudian Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat.

Adakah ini benar ya Rasulullah..?”

Lalu Rasulullah s.a.w. berkata: “Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar, dan sesungguhnya waktu untuk aku meninggalkan kamu semua telah dekat.”

Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan.

Saat semuanya sedang ditimpa duka, seorang sahabat ‘Ukasyah r.a. berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, engkau pernah memukul tulang rusukku hingga sakit. Saya ingin tahu apakah engkau sengaja memukulku atau hendak memukul unta Baginda.”

Rasulullah menjawab: “Wahai ‘Ukasyah, aku sengaja memukul kamu.”

Kemudian Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku kesini.” Bilal keluar dari masjid dan menuju rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas (diqishash).”

Setelah Bilal sampai di rumah Fathimah, memberi salam dan mengetuk pintu. “Siapakah di pintu?” “Aku Bilal, saya telah diperintahkan Rasulullah untuk mengambil tongkat beliau.” “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.” “Wahai Fathimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.” “Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?”

Bilal tidak menjawab kemudian membawa tongkat itu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah menerima tongkat tersebut dari Bilal, maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah.

Melihat itu, Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata: “Wahai ‘Ukasyah, janganlah kamu qishash Rasulullah s.a.w. qishashlah kami berdua.”

Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Abu Bakar, Umar duduklah, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua.” Kemudian Ali r.a. bangun, “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah s.a.w., pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah.”

Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Ali duduklah kamu, sesungguhnya Allah telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.”

Setelah itu, Hasan dan Husein bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, kami ini cucu Rasulullah, kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah.”

Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata, “Wahai buah hatiku duduklah kamu berdua.”

“Wahai ‘Ukasyah pukullah aku, lakukanlah balasanmu,” kata Rasulullah.

‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., engkau memukulku waktu aku tidak memakai baju.” Maka Rasulullah pun membuka baju.

Setelah Rasulullah membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Suasana tegang dan haru.

Begitu ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah yang putih bersih, ia segera melempar tongkatnya dan langsung memeluk dan mencium badan Rasulullah dan berkata: “Aku tebus engkau dengan jiwaku ya Rasulullah. Siapa yang sanggup memukulmu. Aku melakukan ini karena ingin menyentuhkan badanku dengan badanmu yang dimuliakan Allah. Dan aku ingin Allah menjagaku dari neraka dengan kehormatanmu.”

Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu ingin melihat seorang ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat menegangkan itu.

Setelah itu para sahabat pun berkata, “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh darajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah di surga.”

Ketika ajal Rasulullah s.a.w. semakin dekat, beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah r.a. dan berkata: “Selamat datang, semoga Allah mengasihimu semua.

Aku berwasiat kepadamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara aku denganmu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah dan menempatkannya di surga.

Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya.

Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri atau kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih.

Apabila kamu memandikan aku, letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini.

Setelah itu, kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku.

Pertama yang akan menshalatkan aku adalah Allah, kemudian Jibril, kemudian diikuti Israfil, Mikail, dan yang akhir adalah lzrail berserta dengan semua pembantunya.

Setelah itu baru kamu semua masuk bergantian berkelompok menshalatkanku.”

Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu, meledaklah tangis mereka.

Mereka menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Ya Rasulullah. engkau adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami, engkau selama ini memberi kekuatan dalam penemuan kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara kami.

Apabila engkau sudah tiada nanti, kepada siapakah akan kami bertanya setiap persoalan yang timbul nanti..?”

Kemudian Rasulullah berkata, “Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu dua penasihat: yang satu nasehat yang pandai bicara dan yang satu lagi nasehat yang diam.

Yang pandai bicara adalah Al-Quran dan yang diam itu ialah maut.

Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit diantara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Sunnah-ku dan sekiranya hati kamu bersikeras maka lembutkan dengan mengambil nasehat dari kematian.”

Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka Rasulullah mulai merasakan sakit.

Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat.

Rasulullah diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin.

Pada hari Senin pula penyakit Rasulullah bertambah berat. Setelah Bilal menyelesaikan adzan subuh, Bilal pun pergi ke rumah Rasulullah.

Bilal pun memberi salam, “Assalaamualaika ya Rasulallah.” Lalu dijawab oleh Fathimah ra., “Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.”

Setelah Bilal mendengar penjelasan dari Fathimah, ia pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah itu.

Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah dan memberi salam lagi, kali ini salam Bilal didengar oleh Rasulullah: “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya sakitku ini semakin berat, suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”

Setelah mendengar pesan Rasulullah, Bilal pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: “Waah … ini musibah besar.”

Di masjid, Bilal memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah katakan kepadanya.

Abu Bakar tidak dapat menahan dirinya. Ketika melihat mimbar kosong, dengan suara keras ia menangis hingga jatuh pingsan. Melihat peristiwa ini, riuh rendah tangisan sahabat terdengar di dalam masjid, sehingga Rasulullah bertanya kepada Fathimah ra.; “Wahai Fathimah apakah yang terjadi?” “Kekisruhan kaum muslimin disebabkan engkau tidak pergi ke masjid.”

Kemudian Rasulullah memanggil Ali dan Fadhl bin Abas lalu Rasulullah bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid.

Setelah sampai di masjid, Rasulullah s.a.w. pun bershalat subuh bersama dengan para sahabat.

Setelah selesai, Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai kaum muslimin, kamu semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah s.w.t., oleh karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya.

Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.”

Setelah berkata demikian, Rasulullah pun pulang.

Di langit, Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail a.s., “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasih-Ku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut.

Minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali kepada-Ku.”

Malaikal lzrail pun turun mendatangi Nabi dengan menyerupai orang Arab Badwi. “Assalaamu ‘alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danirrisaalati a-adkhulu..?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan pemberi risalah, bolehkan saya masuk..?)

Fathimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk sebab sakitnya semakin berat.”

Kemudian malaikat lzrail memberi salam lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah s.a.w. Rasulullah bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu..?”

“Ya Rasulullah, ada seorang Arab Badwi memanggilmu, dan aku telah katakan kepadanya Ayahanda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandangku dengan tajam sehingga badanku terasa menggigil.”

Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu..?”

Fathimah menjawab, “Tidak ayah.”

“Dialah lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.”

Fathimah tidak dapat menahan air matanya.

Perpisahan dengan ayahandanya akan terjadi, dia menangis sejadi-jadinya.

“Janganlah menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.”

Kemudian Rasulullah pun mengizinkan lzrail masuk.

lzrail dengan tenang mengucap, “Assalamu ‘alaikum ya Rasulallah.”

Lalu Rasulullah menjawab: “Wa ‘alaikassalam … Wahai lzrail engkau datang menziarahiku atau untuk mencabut ruhku..?”

lzrail menjawab: “Kedatanganku adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun jika engkau izinkan, kalau tidak engkau izinkan, aku akan kembali.”

Berkata Rasulullah s.a.w., “Wahai lzrail, dimanakah engkau tinggalkan Jibril..?”

Berkata lzrail: “Aku tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia.”

Tidak beberapa lama kemudian Jibril pun turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah s.a.w.

Ketika Rasulullah melihat kedatangan Jibril, beliau berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat”

Berkata Jibril: “Ya aku tahu.” Rasulullah bertanya lagi,

“Wahai Jibril, beritahukanlah padaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah.”

Berkata Jibril, “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti ruhmu di langit.

Kesemua pintu-pintu surga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.”

Berkata Rasulullah: “Alhamdulillah, sekarang engkau katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti.”

Berkata Jibril, “Allah s.w.t. telah berfirman, ‘Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki surga.”

Berkatalah Rasulullah: “Sekarang aku telah puas dan telah hilang keresahan akan umatku.

Wahai lzrail … mendekatlah kepadaku …. dan lakukanlah tugasmu.”

lzrail pun mulai melakukan tugasnya.

Ruh sang Nabi Agung itu dicabutnya pelan-pelan, lembut sekali.

Ketika ruhnya sampai di pusat, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, sakiiit … sekali kematian ini.”

Karena tak sanggup melihat wajah kekasih Allah itu merintih kesakitan, Jibril mengalihkan pandangannya.

Melihat itu, Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku..?”

Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapa yang akan sanggup melihat wajahmu dalam keadaan sakaratul maut begini..?”

Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika ruh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada, beliau bersabda, ‘Aku wasiatkan kepadamu mengerjakan shalat dan kerjakan semua yang Allah perintahkan kepadamu.”

Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya, ketika menjelang saat-saat terakhir, Rasulullah mengerakkan kedua bibirnya sebanyak dua kali, dan aku meletakkan telingaku dekat dengannya,

Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku..’ umatku…. Umatku”

Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahwa: “Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku.”Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca shalawat untukmu, barang siapa yang menangkap ikan dari laut tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu.”

Selasa, 19 November 2013

3 Niat sebelum Membaca Al-Qur'an yang diajarkan Abah Guru Sekumpul

sebelum membaca Al-Qur'an 3 ini yang diniatakan/yang kita pinta:

Yaa Allah ulun niat membaca Al-Qur'an semata-mata karena Pian (Lillahi Ta'ala), kemudian:
  1. Yaa Allah mudah-mudahan dengan berkah membaca Al-Qur'an bukakan dada ulun untuk menerima semua rahasia ilmu yang terdapat dalam Al-Qur'an,
  2. Yaa Allah mudah-mudahan dengan berkah membaca Al-Qur'an sampaikan ulun ke "hadhrot"-Mu,
  3. Yaa Allah mudah-mudahan dengan berkah membaca Al-Qur'an qobulkan hajat ulun dunia akhirat.

Minggu, 20 Oktober 2013

Cara Mengatasi Jerawat

Cara Menghilangkan jerawat dengan Lidah Buaya
Potong beberapa bagian lidah buaya yang telah dibuang kulit bagian luarnya. Oleskan cairan lidah buaya tersebut secara rutin pagi dan sore. Jika anda rutin maka jerawat akan mudah kering bahkan juga dapat membersihkan bekas jerawat.

Cara Menghilangkan jerawat dengan Putih Telur
Pertama pisahkan putih telur lalu kocok hingga berbusa selanjutnya oleskan pada wajah dan jerawat dan diamkan selama kurang lebih 15 menit. Dengan putih telur ini minyak yang menjadi penyebab jerawat akan terserap dan akhirnya akan hilang.

Cara Menghilangkan Jerawat Dengan Bawang Putih

Bawang putih memang memiliki banyak sekali manfaat, bagaimana agar bawang dapat digunakan untuk menghilangkan jerawat? Mudah sekali Haluskan 2 atau 3 bawang putih dan tumbuk secara halus atau diblender. Oleskan pada kulit wajah dan jerawat dan diamkan kurang lebih 10 Menit dan bersihkan dengan air putih. Lakukan secara rutin kurang lebih 2-3 minggu.

Cara Menghilangkan jerawat dengan Tomat
Tomat ternyata selain dapat bermanfaat untuk menghilangkan komedo, tomat juga dapat menghilangkan jerawat. Caranya sangat mudah iriskan tomat lalu oleskan atau tempelkan di wajah atau lokasi jerawat dan kemudian diamkan 15 menit - 1 jam, lakukan kurang lebih 1 bulan agar jerawat anda hilang. Banyak cara menghilangkan jerawat tapi yang paling penting adalah cara alami.