Minggu, 04 November 2012

Ulil Amri


Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan ulil amri diantara kalian.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan: Yang dimaksud dengan ulil amri adalah orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati yaitu penguasa dan pemerintah. Inilah pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama salaf/terdahulu dan kholaf/belakangan dari kalangan ahli tafsir maupun ahli fikih dan selainnya. Ada yang berpendapat bahwa ulil amri itu adalah para ulama. Ada yang mengatakan bahwa mereka itu adalah umara’/pemerintah dan ulama. Adapun orang yang berpendapat bahwa ulil amri itu hanya para Sahabat maka dia telah keliru.” [1]
Adapun pendapat yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa kandungan ayat ini mencakup kedua kelompok tersebut; yaitu ulama maupun umara/pemerintah. Dikarenakan kedua penafsiran ini sama-sama terbukti sahih dari para Sahabat [2]
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata, “Mereka (ulil amri) adalah parapemimpin/pemerintah.” Penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dan yang lainnya. Sedangkan Jabir bin Abdullah berkata bahwa mereka itu adalah para ulama dan pemuka kebaikanMujahid, Atha’, al-Hasan, dan Abul Aliyah mengatakan bahwa maksudnya adalah para ulamaMujahid menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah para Sahabat. Pendapat yang dikuatkan oleh Imam asy-Syafi’i adalah pendapat pertama, yaitu ulil amri adalah para pemimpin/pemerintah[3]
Referensi:
[1] Syarh Muslim [6/467] cet. Dar Ibnu al-Haitsam
[2] adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [2/235 dan 238]
[3] Fath al-Bari [8/106]

Setiap Ucapan akan Masuk Catatan Amal


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebuah ayat yang menarik sekali untuk dikaji yang berisi pelajaran agar kita pintar-pintar menjaga lisan. Ayat tersebut terdapat dalam surat Qaaf tepatnya ayat 18.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 18)
Ucapan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah yang diucapkan oleh manusia, keturunan Adam. Ucapan tersebut dicatat oleh malaikat yang sifatnya roqib dan ‘atid yaitu senantiasa dekat dan tidak pernah lepas dari seorang hamba. Malaikat tersebut tidak akan membiarkan satu kalimat dan satu gerakan melainkan ia akan mencatatnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ (12)
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Infithar: 10-12)
Apakah semua perkataan akan dicatat? Apakah hanya yang bernilai pahala dan dosa saja yang dicatat? Ataukah perkataan yang bernilai netral pun dicatat?
Tentang masalah ini para ulama ada dua pendapat. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang dicatat hanyalah yang bernilai pahala dan dosa. Namun jika kita melihat dari tekstual ayat, yang dimaksud ucapan dalam ayat tersebut adalah ucapan apa saja, sampai-sampai ucapan yang mubah sekalipun. Akan tetapi, untuk masalah manakah yang kena hukuman, tentu saja amalan yang dinilai berpahala dan dinilai dosa.
Sebagian ulama yang berpendapat bahwa semua ucapan yang bernilai netral (tidak bernilai pahala atau dosa) akan masuk dalam lembaran catatan amalan, sampai-sampai punya sikap yang cukup hati-hati dengan lisannya. Cobalah kita saksikan bagaimana kisah dari Imam Ahmad ketika beliau merintih sakit.
Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau merintih kala itu. Lalu ada yang berkata kepadanya (yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung diam, dan beliau tidak merintih lagi. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat.
Coba bayangkan bahwa perbuatan yang asalnya wajar-wajar saja ketika sakit, Imam Ahmad pun tidak ingin melakukannya karena beliau takut perbuatannya tadi walaupun dirasa ringan masuk dalam catatan malaikat. Oleh karena itu, beliau rahimahullah pun menahan lisannya. Barangkali saja rintihan tersebut dicatat dan malah dinilai sebagai dosa nantinya. Barangkali rintihan tersebut ada karena bentuk tidak sabar.
Mampukah kita selalu memperhatikan lisan?
Sungguh nasehat yang amat bagus dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya kita bisa resapi dalam-dalam dan selalu mengingatnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988)
Intinya, penting sekali memperhatikan lisan sebelum berucap. An Nawawi rahimahullah menyampaikan dalam kitabnya Riyadhush Sholihin nasehat yang amat bagus, “Ketahuilah bahwa sepatutnya setiap orang yang telah dibebani berbagai kewajiban untuk menahan lisannya dalam setiap ucapan kecuali ucapan yang jelas maslahatnya. Jika suatu ucapan sama saja antara maslahat dan bahayanya, maka menahan lisan untuk tidak berbicara ketika itu serasa lebih baik. Karena boleh saja perkataan yang asalnya mubah beralih menjadi haram atau makruh. Inilah yang seringkali terjadi dalam keseharian. Jalan selamat adalah kita menahan lisan dalam kondisi itu.”
Jika lisan ini benar-benar dijaga, maka anggota tubuh lainnya pun akan baik. Karena lisan adalah interpretasi dari apa yang ada dalam hati dan hati adalah tanda baik seluruh amalan lainnya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan akan patuh pada lisan. Lalu anggota badan tersebut berkata pada lisan: Takutlah pada Allah bersama kami, kami bergantung padamu. Bila engkau lurus kami pun akan lurus dan bila engkau bengkok (menyimpang) kami pun akan seperti itu.” (HR. Tirmidzi no. 2407. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Hadits ini pertanda bahwa jika lisan itu baik, maka anggota tubuh lainnya pun akan ikut baik.
Semoga yang singkat ini dari kajian tafsir surat Qaaf bermanfaat. Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu menjaga lisan kami ini agar tidak terjerumus dalam kesalahan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 1430 H.
Liqo’ Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, kaset no. 11
Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Darul Fawaid dan Dar Ibni Rajab, 4/278.

Faedah Tafsir di Malam Kelima Ramadhan, 14 Agustus 2010 di Panggang-Gunung Kidul

Jumat, 03 Agustus 2012

Hadits1

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, tak akn brgeser kedua kaki manusia pada harr kiamat sampai selesai ditanya tentang empat perkara, yaitu tentang umurnya, dihabiskan untuk apa; tentang masa mudanya, dipergunakan untuk apa; tentang hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apakah sudah diamalkan.
(HR. At-Tarmidzi)

Rabu, 01 Agustus 2012

Al-Qur'an Mengantarkan Pembenci Islam Menjadi Muallaf

Telah begitu banyak orang yang tadinya begitu giat menyuarakan anti-Islam, malah akhirnya menjadi muslim dari zaman Nabi saw hingga sekarang ini.  Dulu dari kisah yang paling mashur adalah kisah Umar bin khatab, zaman sekarang ini, salah satunya adalah Daniel streich. Dari situs islamicbulletin.com dipaparkan mengenai perjalan hidup Streich.
Daniel Streich awalnya adalah seorang penganut kristen yang taat. Dia dibesarkan dalam ajaran kristiani bahkan masa kecil dia bercita-cita menjadi pastor. Bernjak dewasa niatnya untuk menjadi pastor berubah, ia mulai gemar berpolitik dan terjun menjadi anggota partai ternama di Swiss, yaitu SVP (Partai Rakyat swiss). 
SPV adalah partai yang beranggotakan cendekia, ilmuwan, pelajar yang bukan dari kalangan muslim. Bahkan SPV menjadi penentang terdepan dalam penyebaran Islam di Swiss. Striech adalah anggota partai yang paling vokal menyerukan penutupan masjid di seluruh negaranya.
Ia begitu gigih melakukan propaganda Anti-Islam. Ia menuding Islam adalah agama teroris dan kekerasan. Begitu giatnya ia berusaha untuk menyingkirkan Islam dari Swiss, hingga ia harus mempelajari Al-Quran dan Islam dengan tujuan  untuk meruntuhkan iman kaum muslim. 
Namun, inilah bukti mukjizat Al-Quran, Streich malah terpesona dengan isinya. Semakin dalam ia belajar Islam, ia malah semakin takjub dalam keindahan agama Islam. "Banyak perbedaan saya dapatkan ketika mempelajari Islam. Agama ini memberikan saya jawaban logis atas pertanyaan hidup penting dan tidak saya temukan di agama saya," katanya.
Dia keluar dari SVP dan mengumumkan status muslimnya. Streich bilang telah menemukan kebenaran hidup dalam Islam yang tidak dapat ia temukan dalam agama sebelumnya.

Read more: AlQuran Mengantarkan Pembenci Islam Menjadi Muallaf - IslamWiki http://islamwiki.blogspot.com/2012/08/alquran-mengantarkan-pembenci-islam.html#ixzz22I7aHHZR
Under Creative Commons License: Attribution